Samsung dikenal sebagai salah satu pemimpin pasar dalam industri teknologi, dengan reputasi kuat di segmen smartphone dan perangkat elektronik lainnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul keluhan dari konsumen yang merasa kecewa: setelah upgrade UI (User Interface), perangkat justru mengalami penurunan kinerja, bahkan kerusakan.
Pembaruan sistem seharusnya meningkatkan pengalaman pengguna—menambah fitur, memperbaiki bug, serta meningkatkan keamanan. Tapi pada beberapa model, update UI Samsung, seperti One UI, justru memicu masalah: baterai cepat habis, perangkat menjadi panas, aplikasi sering force close, bahkan ada kasus di mana layar menjadi tidak responsif. Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kualitas pengujian internal dan komitmen terhadap stabilitas perangkat jangka panjang.
Beberapa konsumen juga mengeluhkan bahwa Samsung tampak lebih fokus pada peluncuran produk baru daripada mengoptimalkan kinerja perangkat lama. Hal ini membuat pemilik perangkat generasi sebelumnya merasa diabaikan. Apalagi jika setelah pembaruan, performa justru memburuk dan tidak ada solusi resmi yang memadai.
Kondisi ini menyoroti pentingnya respons perusahaan terhadap masukan pelanggan. Ketika upgrade UI justru menjadi pintu masuk bagi berbagai masalah teknis, maka upaya perbaikan harus dilakukan secara transparan dan cepat. Sayangnya, komunikasi resmi Samsung terkait masalah ini sering kali minim atau tidak detail, membuat konsumen merasa seolah dibiarkan mencari solusi sendiri.
Samsung tentu masih memiliki basis penggemar yang besar dan ekosistem teknologi yang luas. Namun kepercayaan konsumen adalah aset paling bernilai. Jika pembaruan UI terus-menerus menimbulkan risiko kerusakan, maka tak heran jika loyalitas pengguna mulai goyah.